
Berapa Banyak Perusahaan Harus Menganggarkan untuk Inisiatif ESG?
Bagi banyak manajer keberlanjutan, proses penganggaran tahunan dapat terasa sangat kompleks. Anda mendapatkan tekanan dari dewan direksi untuk menunjukkan capaian terukur, dari regulator untuk mematuhi standar pelaporan baru, hingga tuntutan karyawan agar perubahan yang dihasilkan benar-benar bermakna. Sementara itu, tim keuangan harus menyeimbangkan segala ekspektasi tersebut dengan sumber daya terbatas dan prioritas yang saling bersaing. Namun, di balik setiap program Environmental, Social, and Governance (ESG) yang sukses, terdapat sebuah cerita—perpaduan komitmen nilai, modal, dan ambisi yang diterjemahkan menjadi hasil terukur, bukan sekadar angka di spreadsheet.
Saat perusahaan-perusahaan di Singapura dan kawasan regional semakin berambisi mencapai target ESG, tantangan tidak lagi terbatas pada penetapan sasaran. Ujian sesungguhnya adalah pada pelaksanaan. Merancang peta jalan ESG yang kredibel, memastikan sumber dayanya memadai, dan integrasi ke dalam operasional membutuhkan penganggaran yang disiplin. Prinsip penganggaran ESG yang disiplin meliputi: memahami alokasi dana, memilih skala investasi, serta mengelola trade-off untuk memberikan dampak terbesar.
Panduan ini membahas ekspektasi anggaran ESG tahun 2025, biaya yang perlu diantisipasi, bagaimana perusahaan membuat prioritas, serta mengapa ESG sebenarnya justru lebih hemat daripada sekadar berinvestasi untuk ketahanan jangka panjang.
Mengapa Penganggaran ESG Kini Lebih Penting dari Sebelumnya
Tahun fiskal 2025 menjadi momen penting. Singapore Exchange (SGX) telah menerapkan disclosure terkait iklim yang wajib bagi perusahaan publik di sektor keuangan, pertanian, makanan, dan energi. Aturan tersebut sejalan dengan Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD) dan International Sustainability Standards Board (ISSB) yang mewajibkan pelaporan ESG setara standar global.
Investor pun semakin selektif. Manajer dana kini menuntut data yang terverifikasi, setara standar keuangan, bukan sekadar komitmen aspiratif. Permintaan akan data ESG yang kredibel mengubah ESG dari sekadar upaya sukarela menjadi agenda utama perusahaan. Gagal memenuhi ekspektasi ini dapat berujung pada risiko finansial, biaya pendanaan yang lebih tinggi, kerugian reputasi, serta terbatasnya akses ke pasar kompetitif.
Oleh karena itu, anggaran ESG tidak lagi hanya soal kepatuhan. Anggaran ini adalah sinyal integrasi keberlanjutan pada strategi bisnis dan investasi yang mengikat seluruh stakeholder—dari investor, karyawan, regulator, hingga pelanggan—dalam satu komitmen bersama.
Eksplorasi lebih dalam tentang persyaratan detail dan panduan lokal tersedia dalam artikel “Panduan Lengkap Menyeimbangkan Inisiatif ESG dengan Batasan Finansial.”
Komponen Biaya dalam Anggaran ESG
Anggaran ESG yang komprehensif biasanya mencakup lima kategori: asesmen dan konsultasi, sistem dan tools, external assurance, pelatihan, serta staffing. Setiap kategori memiliki biaya awal dan berulang.
1. Materiality Assessment dan Konsultasi Kepatuhan
Materiality assessment membantu mengidentifikasi isu ESG apa saja yang paling relevan bagi perusahaan dan para stakeholder. Jasa asesmen independen umumnya dikenakan biaya mulai dari SGD 68.000–270.000 (USD 50.000–200.000), tergantung pada kompleksitas dan skala perusahaan. Perusahaan yang lebih kecil bisa saja memilih software ESG, dengan biaya tahunan mulai SGD 20.000–81.000 (USD 15.000–60.000).
Konsultasi kepatuhan membantu perusahaan untuk align dengan standar seperti GRI, ISSB, atau CSRD. Rentang biaya konsultasi mulai SGD 20.000 hingga 270.000 (USD 15.000–200.000). Untuk perusahaan yang baru memulai, konsultan eksternal dapat menjadi solusi efisien dalam menjembatani kebutuhan sumber daya dan memberikan kepakaran tanpa kontrak jangka panjang.
2. Manajemen Data dan Platform Pelaporan
Mengumpulkan data ESG hanyalah langkah awal; memastikan data dapat diaudit dan diolah untuk pengambilan keputusan adalah hal lain. Software carbon accounting seperti CarbonHound atau Sunday biasanya berkisar SGD 14.000–68.000 (USD 10.000–50.000) per tahun. Integrasi dengan sistem ERP atau dashboard kustom bisa menaikkan biaya, namun keuntungannya signifikan: akurasi, efisiensi, serta kepercayaan terhadap data.
3. External Assurance
Assurance independen meningkatkan kredibilitas laporan ESG dengan memverifikasi pengungkapan, mirip dengan audit keuangan. Bergantung pada ruang lingkupnya, biaya assurance berkisar antara SGD 34.000 hingga 200.000 (USD 25.000–150.000). Di Singapura, assurance belum wajib, tetapi kecenderungan pasar menunjukkan hal ini akan menjadi standar ke depan.
4. Pelatihan dan Capacity Building
Meningkatkan literasi ESG dalam perusahaan memastikan seluruh tim tidak hanya sekadar menjalankan program, tetapi benar-benar memahami tujuannya. Biaya pelatihan biasanya berkisar dari SGD 6.800–68.000 (USD 5.000–50.000) per sesi, tergantung vendor dan cakupan materi. HRD Corp di Malaysia serta pemerintah Singapura menyediakan beberapa subsidi pelatihan untuk ini, dengan perusahaan dapat memanfaatkan platform seperti Workforce Singapore (WSG) dan SkillsFuture berupa pelatihan bersertifikat.
5. Staf dan Konsultan
Bagi organisasi yang lebih besar, keberadaan tim keberlanjutan internal sangat penting. Rentang gaji di Singapura antara lain:
- Chief Sustainability Officer: SGD 200.000–405.000 (USD 150.000–300.000)
- Sustainability Manager: SGD 95.000–162.000 (USD 70.000–120.000)
- Analyst: SGD 68.000–122.000 (USD 50.000–90.000)
Sebuah tim kecil dapat berbiaya sekitar SGD 340.000–810.000 (USD 250.000–600.000) per tahun. Perusahaan yang lebih kecil biasanya lebih banyak menggandeng konsultan, dengan kisaran biaya SGD 68.000–200.000 (USD 50.000–150.000) per tahun untuk jasa advisory dan pendampingan pelaporan.
Untuk kerangka kerja spesifik sektor atau standar yang baru berkembang, Anda dapat meninjau panduan seperti “Panduan GRI Reporting Standards: Siapa yang Diuntungkan dan Cara Memulai” serta “Enam Framework ESG Utama yang Perlu Diketahui” untuk pemahaman lebih mendalam terkait opsi pelaporan yang tersedia.
Alokasi Anggaran ESG: Panduan Praktis
Meski besaran biaya bisa sangat bervariasi, sebagian besar organisasi akan mengalokasikan anggaran ESG berdasarkan tiga pilar utama: Environmental, Social, dan Governance. Alokasi yang seimbang akan memastikan sumber daya ditempatkan pada area yang memberikan dampak optimal.
1. Environmental (45–55%)
Porsi anggaran terbesar biasanya difokuskan pada aspek lingkungan. Teknologi reduksi emisi mengambil 30–40% dari total anggaran ESG, sementara inisiatif pengelolaan limbah dan penggunaan air berkisar 15–20%. Banyak perusahaan juga mengalokasikan 10–15% pada proyek energi terbarukan dan peningkatan efisiensi.
2. Social (25–35%)
Investasi untuk kegiatan masyarakat (community investment) dan pelibatan stakeholder umumnya sekitar 20–25%. Pelatihan SDM, program keberagaman, serta inisiatif kesejahteraan karyawan menambah 10–15% dari anggaran ESG.
3. Governance (20–25%)
Dukungan infrastruktur kepatuhan, sistem pelaporan, dan jasa assurance biasanya membutuhkan 15–20% dari anggaran. Biaya cyber security serta tata kelola bisa mencapai 5–10%, terutama jika pelaporan ESG bersinggungan dengan operasi data sensitif dan keterlibatan SDM skala besar.
| Rentang Anggaran Cepat untuk Perencanaan ESG 2025 | ||
| Area ESG | Alokasi Umum | Area Pengeluaran Utama |
| Environmental | 45–55% | Teknologi reduksi emisi, pengelolaan limbah & air, energi terbarukan |
| Social | 25–35% | Investasi komunitas, pelatihan tenaga kerja, inisiatif DEI (diversity, equity, inclusion) |
| Governance | 20–25% | Infrastruktur kepatuhan, sistem pelaporan, assurance, keamanan siber |
Catatan: Persentase alokasi bisa berbeda tergantung industri. Sektor dengan emisi karbon tinggi mungkin mengalokasikan lebih dari 60% ke Environmental, sedangkan perusahaan jasa bisa saja lebih menitikberatkan pada aspek Governance.
Untuk benchmarking dan studi kasus, baca artikel “Memahami Strategi ESG untuk Menambah Nilai bagi Pertumbuhan Bisnis Anda”.
Mengapa ESG Lebih Mahal pada Tahun Pertama
Pengeluaran ESG sering kali terasa paling besar di tahun pertama. Tahun pertama adalah masa ketika perusahaan harus menanggung berbagai biaya awal seperti materiality assessment, biaya konsultan, implementasi software baru, penyusunan ulang kebijakan, serta siklus assurance pertama.
Memasuki tahun kedua, biaya mulai stabil. Tim internal sudah semakin terbiasa dengan proses pelaporan dan sistem pelaporan lebih mapan, sehingga penggunaan konsultan menjadi lebih selektif. Biaya pada tahun pertama bisa 1,5 hingga 2 kali lipat dari anggaran tahunan reguler selanjutnya. Mirip dengan proses digitalisasi, investasi besar datang di awal, tapi efisiensi jangka panjang menjadi nilai lebih yang diperoleh setelahnya.
Untuk identifikasi tantangan/titik masalah utama dalam implementasi ESG serta solusinya, silakan kunjungi artikel “Strategi Mengatasi Tantangan ESG untuk Adopsi ESG yang Efektif”.
Cara Perusahaan Memprioritaskan Pengeluaran
1. Mendahulukan Risiko Material
Faktor terbesar penentu prioritas ESG adalah eksposur industri. Produsen kelapa sawit, misalnya, tidak dapat mengabaikan monitoring deforestasi, sedangkan perusahaan logistik harus memfokuskan investasi pada pelacakan karbon dan efisiensi armada. Memahami risiko material akan memastikan anggaran tidak terbuang pada inisiatif yang dampaknya rendah.
2. Memilih Tools Monitoring yang Efisien
Platform ESG berbasis cloud menawarkan solusi modular dan skalabel dengan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan sistem kustom. Tools yang sudah tersedia di pasaran mampu memenuhi kebutuhan akurasi, terutama untuk UKM dan perusahaan menengah tanpa membebani anggaran. Model langganan juga memberikan keleluasaan di tengah meningkatnya tuntutan regulasi.
3. Memanfaatkan Hibah dan Sumber Daya Publik
Selain konsultan berbayar, perusahaan sebaiknya memanfaatkan subsidi dan hibah yang tersedia. Di Singapura, misalnya, SkillsFuture dan WSG bisa digunakan untuk mendukung pelatihan ESG, sementara Enterprise Singapore memberikan panduan serta toolkit untuk memenuhi standar keberlanjutan. Bursa efek di kawasan regional juga menerbitkan panduan compliance gratis. Pemanfaatan ragam sumber daya sebelum memutuskan menggunakan jasa berbayar merupakan strategi keuangan yang cerdas.
Selengkapnya dapat ditemukan di artikel “Dana Keberlanjutan untuk UKM: Cara Mendapatkan Pendanaan untuk Pelaporan ESG di Singapura”.
Kuncinya adalah memprioritaskan area dengan risiko tertinggi, mengoptimalkan teknologi yang terjangkau, dan memaksimalkan hibah atau sumber daya publik untuk efisiensi anggaran ESG perusahaan.
ROI vs. Anggaran: Menemukan Keseimbangan
1. Menghemat Biaya Energi Melalui Efisiensi
Investasi pada efisiensi energi—mulai dari retrofit lampu LED hingga sistem smart building—biasanya bisa balik modal dalam dua hingga tiga tahun. Tagihan listrik yang lebih rendah langsung meningkatkan margin laba sekaligus menurunkan emisi Scope 2.
2. Mengurangi Limbah dan Biaya Pembuangan
Inisiatif ekonomi sirkular, seperti mendaur ulang limbah industri atau meminimalkan food waste, efektif menekan biaya pembuangan. Bagi manufaktur, efisiensi semacam ini bahkan bisa menghasilkan penghematan hingga ratusan juta rupiah.
Peningkatan efisiensi, penurunan risiko, dan akses modal yang lebih baik memberikan hasil yang nyata. Strategi optimalisasi nilai ESG dapat dibaca lebih lanjut di “Investasi ESG: Cara Perusahaan Meraih Manfaat dari Tren Investasi Berkelanjutan” dan “Cara Merancang Laporan ESG yang Efektif dan Dibaca”.
3. Memperkuat Tata Kelola dan Mengurangi Risiko
Pengeluaran untuk tata kelola—seperti sistem kepatuhan, assurance, dan keamanan siber—memang terlihat kurang menarik, namun langkah ini sangat penting untuk mencegah denda, penalti, maupun kerugian reputasi. Biaya yang timbul akibat kebocoran data atau skandal fraud jauh melebihi investasi pencegahannya.
4. Mengamankan Kepercayaan Investor
Pelaporan ESG yang transparan dan verifikasi disclosure membuka akses pendanaan dari berbagai sumber. Lembaga keuangan kini makin sering mengaitkan tingkat suku bunga dengan performa ESG. Perusahaan yang punya strategi ESG kredibel akan mendapatkan pembiayaan dengan syarat yang lebih baik—yang dapat menutup sebagian biaya pelaporan.
Intinya, ESG bukan sekadar pusat biaya, tetapi penghasil nilai bisnis jangka panjang. ROI-nya nyata, meski distribusi manfaat tidak selalu merata dalam jangka waktu singkat.
Untuk informasi lebih lanjut dan tips pelaporan yang efektif, simak: “Cara Membuat Proses Pelaporan ESG Jadi Lebih Mudah.” Untuk benchmarking regulasi dan standar pelaporan terbaru, baca: “25 Regulasi ESG yang Wajib Diketahui Investor di 2025” dan “Merancang Strategi ESG 2025: Insight ESG yang Efektif.”
Berinvestasi untuk ESG Adalah Berinvestasi untuk Masa Depan
Diskusi tentang pengeluaran ESG sering kali dimulai dari urusan biaya, padahal sudut pandang tersebut kurang tepat. ESG bukanlah overhead yang harus ditekan, melainkan bentuk kapital strategis jangka panjang. Perusahaan yang menganggap ESG hanya sebagai beban kepatuhan cenderung bersikap defensif, terburu-buru memenuhi standar dan akhirnya kehilangan peluang. Sebaliknya, perusahaan yang menganggarkan ESG secara strategis mampu memosisikan diri untuk menarik investor, mendapatkan pendanaan terbaik, dan membangun kepercayaan pelanggan di pasar yang semakin diawasi.
Di Elite Asia, kejelasan dan kredibilitas menjadi fondasi utama ESG yang efektif. Layanan konsultasi dan pelaporan ESG kami membantu perusahaan seperti milik Anda untuk melampaui sekadar pernyataan aspiratif. Mulai dari asesmen materialitas dan pembangunan sistem manajemen data hingga memastikan setiap disclosure benar dan terverifikasi, kami siap bekerja sama dengan tim Anda agar ESG benar-benar menghasilkan dampak yang terukur.










