
10 Strategi Memasarkan Keberlanjutan Tanpa Terjebak Greenwashing
Dalam upaya menonjolkan inisiatif keberlanjutan, tidak sedikit perusahaan yang berada di garis tipis antara green marketing otentik dengan greenwashing—kadang disengaja, kadang tidak. Apa bedanya? Greenwashing merusak kredibilitas, mengundang sorotan negatif, dan menurunkan kepercayaan; sedangkan upaya keberlanjutan yang nyata justru memperkuat hubungan brand dengan pelanggan setia.
Saat ini, konsumen jauh lebih skeptis dibanding sebelumnya. Mereka sudah terlalu sering disuguhi jargon pemasaran dan janji perusahaan yang kosong. Kini, konsumen menuntut bukti, bukan sekadar slogan. Kalau sebuah brand gagal membuktikan klaimnya, tak butuh waktu lama untuk diungkap di media sosial.
Contoh terkini jelas: pernyataan kemasan plastik Nestlé dicap “tidak bermakna” oleh Greenpeace, koleksi “Conscious” H&M dikritisi karena menyesatkan, dan Kohl’s serta Walmart terkena denda gabungan hingga USD 5,5 juta akibat mengiklankan produk “eco-friendly bamboo” yang ternyata bukan dari bambu. Pesannya sederhana—pelanggan dan regulator makin cerdas, risiko greenwashing pun nyata dan mahal konsekuensinya.
Jadi, bagaimana cara mengomunikasikan upaya keberlanjutan perusahaan agar membangun kepercayaan, meningkatkan nilai brand, dan benar-benar berdampak—bukan sekadar jadi biaya promosi tanpa hasil? Berikut tips green marketing efektif tanpa terperosok jebakan greenwashing.
1. Perjelas Setiap Pernyataan Keberlanjutan
Klaim samar seperti “ramah lingkungan” atau “green” tanpa bukti konkret justru mempercepat perusahaan masuk ke perangkap greenwashing. Sebaiknya, selalu lampirkan data yang dapat diukur dan diverifikasi.
Contoh, daripada hanya menulis: “Kami mengurangi jejak karbon,” sebutkan secara detail:
“Kami berhasil memangkas emisi karbon 20% dalam setahun berkat beralih sepenuhnya pada energi terbarukan di semua pabrik.”
H&M pernah dikritik karena pernyataan menyesatkan dalam koleksi Conscious miliknya, yang hanya menggunakan istilah “fashion berkelanjutan” tanpa penjelasan spesifik. Pelajarannya: gunakan bahasa pemasaran, tapi selalu sertai dengan bukti konkret.
2. Jelaskan Alasan di Balik Upaya Keberlanjutan
Mengapa keberlanjutan penting bagi bisnis Anda? Kenapa perusahaan mengambil langkah-langkah ini?
Konsumen masa kini tidak hanya ingin tahu apa yang Anda lakukan—mereka ingin tahu alasan di baliknya. Membagikan motivasi di balik inisiatif keberlanjutan Anda dapat menciptakan koneksi yang lebih dalam dengan pelanggan dan stakeholder. Cerita yang autentik terasa lebih tulus dibanding sekadar formalitas.
Jika misalnya Anda memangkas penggunaan plastik sekali pakai, jelaskan bagaimana masalah limbah plastik di industri Anda serta alasan perusahaan mengambil tindakan nyata. Storytelling yang transparan jauh lebih efektif daripada sekadar jargon promosi.
3. Bagikan Data yang Terverifikasi
Dukung setiap klaim dengan data nyata, idealnya sudah diverifikasi pihak ketiga. Transparansi memperkuat kredibilitas dan memberi stakeholder gambaran jelas tentang progres Anda.
Contoh: IKEA secara rutin mempublikasikan Sustainability and Climate Report tahunan, memuat jejak karbon, penggunaan energi terbarukan, hingga langkah-langkah spesifik pengurangan limbah plastik. Laporan ini juga menargetkan capaian 2030 dengan indikator terukur dan tahapan pencapaian yang jelas.
Intinya: Transparansi bukan sekadar kejujuran—tapi soal membuktikan progres nyata di lapangan.
4. Gunakan Bukti Ilmiah untuk Mendukung Klaim Anda
Konsumen saat ini melakukan riset dengan cermat. Banyak yang paham istilah ilmiah, terutama di industri makanan, fashion, dan skincare.
Jika produk atau inisiatif Anda berbasis temuan ilmiah, jangan ragu mencantumkannya dalam komunikasi perusahaan. Apakah yang dipasarkan biodegradable, berbasis teknologi karbon, atau organik—gunakan temuan dan riset ilmiah terbaru sebagai dasar setiap klaim keberlanjutan.
Platform seperti TikTok dan YouTube makin memudahkan diskusi seputar keberlanjutan. Makin sering Anda mengedukasi konsumen, makin tinggi pula kredibilitas brand perusahaan.
5. Hindari Klaim Umum Tanpa Bukti
Red flag greenwashing paling klasik adalah memakai istilah seperti “climate positive” atau “net zero” tanpa dasar data dan konteks yang jelas.
Misalnya, jika perusahaan mengklaim “Produk kami berkelanjutan”, pertanyakan kembali:
- Apa yang membuat produk ini berkelanjutan?
- Data apa yang membuktikan?
- Bagaimana perbandingannya dengan alternatif di industri?
Semakin transparan dan detail jawaban Anda, semakin kredibel juga klaim keberlanjutan yang perusahaan sampaikan.
6. Ceritakan Kisah Keberlanjutan yang Kredibel
Komunikasi keberlanjutan yang efektif selalu lahir dari aksi nyata. Konsumen masa kini lebih menghargai sikap rendah hati dan kejujuran, bukan sekadar pencitraan atau kemasan promosi yang berlebihan.
Jika perusahaan Anda belum 100% berkelanjutan (dan hampir semua perusahaan masih berproses), jujurlah terhadap tantangan yang ada sambil tetap menonjolkan progres. Keberlanjutan adalah sebuah perjalanan panjang, bukan target yang bisa dicapai hanya sekali saja.
Untuk sektor di mana keberlanjutan sulit diukur—seperti teknologi, konsultansi, atau layanan keuangan—gunakan storytelling untuk menjelaskan isu ESG secara ringkas dan relatable. Storytelling yang bagus sanggup mengubah data menjadi kisah yang mudah diingat.
7. Transparan—Jangan Melebih-lebihkan Dampak
Jika produk Anda memakai label “bahan alami”, tapi ternyata bahannya berasal dari deforestasi, itu tidak berkelanjutan. Jika kompensasi emisi Anda tidak dibarengi perubahan praktik yang nyata, itu bukan climate-positive.
Konsumen sekarang bisa membedakan jargon-jargon keberlanjutan yang kosong. Alih-alih membuat klaim besar, fokuslah pada satu dampak spesifik yang benar-benar bisa diverifikasi.
Contoh, daripada klaim “100% kemasan berkelanjutan”, lebih baik gunakan:
“Kemasan kami kini 80% berasal dari bahan daur ulang, sehingga mampu mengurangi plastik sekali pakai hingga 50%.”
8. Pastikan Klaim Selaras dengan Bisnis Inti
Agar tetap kredibel, setiap klaim keberlanjutan harus benar-benar sejalan dengan aktivitas inti bisnis.
Misal, produk pembersih rumah yang mengklaim ramah lingkungan karena kantor pusatnya memakai energi surya tetap saja tidak otomatis membuat produknya berkelanjutan. Contoh lain, menghapus bahan yang sudah dilarang pemerintah tidak otomatis menjadi prestasi.
Fokuslah hanya pada inisiatif keberlanjutan yang benar-benar memberi nilai tambah bagi konsumen dan brand Anda.
9. Hindari Gimmick “Feel-Good” yang Dangkal
Kantong belanja pakai ulang. Sedotan stainless steel. Tote bag “ramah lingkungan”.
Meskipun barang-barang di atas terlihat berkelanjutan, sering kali justru menciptakan limbah lebih banyak daripada manfaatnya. Banyak tote bag reusable, misalnya, pada akhirnya menumpuk di rumah lalu menjadi sampah. Demikian juga sedotan “ramah lingkungan” dari stainless steel yang justru dikemas plastik, bertolak belakang dengan tujuan aslinya.
Alih-alih ikut-ikutan tren, fokuslah pada dampak sesungguhnya. Kurangi kemasan yang tidak perlu, perbanyak penggunaan bahan daur ulang, atau perbaiki praktik keberlanjutan rantai pasok.
10. Berinvestasi pada Sertifikasi Keberlanjutan yang Kredibel
Konsumen lebih percaya pada label pihak ketiga yang independen dibanding sekadar klaim perusahaan. Sertifikasi keberlanjutan yang kredibel langsung meningkatkan kepercayaan terhadap brand Anda.
Namun, tidak semua sertifikasi memiliki bobot yang sama. Jika Anda ingin mengadopsi eco-label, pastikan bahwa:
- Label tersebut diakui di industri Anda.
- Standarnya jelas, ketat, dan terdefinisi baik.
- Perusahaan juga mengedukasi pelanggan soal arti sertifikasi tersebut.
Jangan asal tempel label pada produk tanpa penjelasan manfaat konkret—ini justru akan mengaburkan kredibilitas. Ambil waktu untuk mengedukasi audiens tentang arti penting sertifikasi yang dipilih.
Komunikasikan Upaya Keberlanjutan secara Efektif
Green marketing dan greenwashing mungkin sekilas serupa, tapi hasil akhirnya sangat berbeda. Upaya keberlanjutan yang otentik membangun kepercayaan dan nilai jangka panjang; sementara greenwashing justru mengundang keraguan dan pada akhirnya merugikan bisnis.
Jika perusahaan Anda berinvestasi di keberlanjutan, pastikan audiens benar-benar memahami upaya yang dilakukan—dan jangan sampai niat baik Anda justru terjebak greenwashing. Elite Asia siap mendampingi strategi komunikasi keberlanjutan agar pesan perusahaan:
- jelas,
- kredibel,
- berdampak,
- dan mudah diterima oleh stakeholder: mulai dari investor, konsumen, karyawan, dan publik.
Kunci dari sustainability bukan sekadar tren, melainkan strategi jangka panjang yang pada akhirnya akan memberi dorongan luar biasa bagi pertumbuhan bisnis Anda. Biarkan Elite Asia membantu Anda menyampaikan cerita ESG secara efektif, otentik, dan inspiratif.










